Ghostwriter adalah predikat yang diberikan kepada penulis
yang namanya tidak ditampilkan dalam karya tulisnya. Disebut ghost (hantu)
karena para pembaca tidak tahu siapa yang sebenarnya menulis karya tulisnya.
Beda dengan karya tulis oleh penulis anonim, karya tulis yang ditulis oleh
ghostwriter dikreditkan untuk orang lain sesuai perjanjian.
Jadi, dalam praktik ghostwriting minimal ada dua pihak yang
terikat perjanjian :
Ghostwriter : adalah orang yang menulis karya tulis
Pemilik tulisan : adalah orang yang memiliki karya tulis dan
berhak mendapatkan manfaat dari karya tulis.
Biasanya calon pemilik tulisan memberikan imbalan tertentu
kepada ghostwriter untuk membuatkan sebuah karya tulis. Mereka kemudian membuat
perjanjian yang mengikat, khususnya tentang menjaga kerahasiaan. Ghostwriter
dilarang membocorkan informasi bahwa sebenarnya dia yang membuat karya tulis.
Status Hukum
Secara hukum praktik ghostwriting diperbolehkan. Perjanjian
yang terjadi antara ghostwriter dan pemilik tulisan adalah transaksi legal yang
dilindungi hukum. Tidak ada perdebatan tentang itu.
Ghostwriting bukan tindakan plagiat, karena penulis secara
sadar merelakan karya tulisnya untuk dimiliki dan diklaim pihak lain. Sedangkan
plagiatisme adalah penjiplakan karya tulis tanpa seizin pemiliknya.
Karena sudah diserahkan kepada pemilik tulisan, ghostwriter
tidak lagi punya hak terhadap tulisannya. Dia tidak berhak mendapatkan segala
manfaat yang bersumber dari tulisannya, termasuk royalti. Bahkan seorang
ghostwriter bisa mendapatkan sangsi hukum bila menyiarkan berita bahwa dialah
yang sebenarnya membuat karya tulis, karena melanggar perjanjian yang
dilindungi hukum.
Sebaliknya, pemilik tulisan berhak penuh terhadap karya
tulis. Dia berhak menyematkan namanya dalam karya tulis, termasuk buku. Maka,
dia juga berhak mendapatkan royalti dari buku yang diterbitkan. Bahkan dia
berhak menuntut siapapun yang menggunakan karya tulisnya untuk mendapatkan
manfaat tanpa seijinnya.
Batasan-batasan
Semua jenis karya tulis boleh dibuat dengan ghostwriting,
kecuali karya tulis yang mengandung larangan menggunakan ghostwriter dalam
penulisannya. Hampir semua sekolah dan kampus melarang siswanya menggunakan
jasa ghostwriter dalam membuat karya tulis akademik. Semua panitia lomba
penulisan juga melarang pesertanya menggunakan jasa ghostwriter.
Larangan itu untuk calon pemilik tulisan atau pengguna jasa
ghostwriting, bukan untuk ghostwriter. Bila larangan itu dilanggar maka yang
bisa dikenai sangsi adalah pemilik tulisan. Ghostwriter tidak bertanggungjawab
secara hukum.
Namun seorang ghostwriter yang baik pasti membuat batasan
sendiri secara moral. Ghostwriter yang memiliki idealisme pasti selektif dalam
menerima pesanan ghostwriting. Tidak semua permintaan ghostwriting mau dia
kerjakan. Dia pasti punya batasan-batasan, syarat-syarat tertentu dalam
melakukan pekerjaan ghostwriting.
Tidak ada batasan yang disepakati secara umum oleh para
ghostwriter. Setiap ghostwriter punya batasan sendiri, tergantung idealisme dan
cara pandang masing-masing. Ada ghostwriter yang bersedia menuliskan karya
tulis akademik. Ada ghostwriter yang menolak tema tulisan tertentu. Ada pula
yang hanya bersedia mengerjakan ghostwriting pada genre-genre tulisan tertentu.
Prinsip dan
Cara Pandang JGW
Sebagai ghostwriter, JGW juga punya prinsip dan cara pandang
sendiri dalam melakukan ghostwriting. Pada dasarnya JGW bersedia menuliskan
jenis tulisan apapun, termasuk karya tulis akademik. Namun JGW memberikan
batasan-batasan tertentu yang berlaku secara umum, tidak hanya untuk karya
tulis akademik.
JGW bersedia membuatkan karya tulis dengan syarat :
1. Gagasan dan
bahan tulisan sudah disiapkan oleh pemesan jasa ghostwriting.
JGW memosisikan diri sebagai
konsultan penulisan. JGW sangat menghargai hak kekayaan intelektual. Pemesan
jasa ghostwriting benar-benar berhak atas karya tulisnya karena mereka yang memang
pemilik asli gagasan dan bahan tulisan. JGW hanya membantu memilih kata,
menyusun kalimat, memperindah paragraf menjadi karya tulis yang lebih
berkualitas. Pemilik tulisan harus bangga terhadap karya tulisnya karena mereka
memiliki secara utuh, baik hukum maupun moral.
2. Isi tulisan
tidak mengandung kebohongan, dukungan terhadap LGBT, pornografi, penistaan
agama, tindakan kekerasan, perbuatan makar, dan penyangkalan terhadap
keberadaan Tuhan.
Meskipun namanya tidak tercantum
sebagai pemilik tulisan, dan tidak bisa mendapatkan manfaat dari karya tulisnya,
JGW tetap merasa bertanggungjawab (secara moral) terhadap segala dampak yang
diakibatkan oleh karya tulis untuk pembacanya.
Syarat pertama inilah yang membuat JGW bersedia membantu
menulis karya tulis akademik, baik skripsi, jurnal, essay, paper, maupun tesis.
Semua data harus disiapkan oleh pemesan jasa ghostwriting. Jadi mereka sendiri
yang harus melakukan pengamatan, riset, atau penelitian untuk karya tulisnya.
JGW ‘hanya’ membantu mengemasnya menjadi lebih baik, jadi yang terbaik.
JGW meyakini bahwa semua dampak yang ditimbulkan dari karya
tulis adalah tanggung jawab penulisnya, di dunia maupun akhirat. Tanggung jawab
itu akan terus melekat, bahkan meskipun penulisnya sudah tiada. Itulah alasan
JGW membuat batasan yang kedua.
Batasan-batasan yang dibuat JGW adalah juga upaya penegasan
bahwa seorang ghostwriter haruslah tetap menjaga kehormatan dan kemuliaan,
meskipun mendapat penawaran imbalan yang besar. JGW memang selalu mengutamakan
kehormatan dan kemuliaan, termasuk dengan selalu berusaha memberikan pelayanan
terbaik, tulisan yang berkualitas. JGW tidak selalu menuruti kehendak kliennya,
dan akan menyarankan pilihan lain yang lebih baik demi sebuah karya tulis yang
terbaik.
EmoticonEmoticon